Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia (BI) diketahui sudah sembilan bulan mempertahankan suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate (BI-7DRRR) di level 5,75%.
Pada 19 Januari 2023, BI Rate naik ke level itu dari sebelumnya 5,50%, dan terus bertahan hingga 21 September 2023. Ditahannya suku bunga itu untuk mengendalikan inflasi di kisaran target 2%-4% hingga akhir 2023.
Lantas, hingga kapan tren suku bunga itu akan terus bertahan di tengah tren tingginya suku bunga acuan bank sentral global?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lima ekonom tanah air pun mengungkapkan indikasi waktu yang akan diambil dewan gubernur BI untuk menurunkan kebijakan moneternya tersebut beserta faktor-faktor penentunya. Mayoritas dari mereka memperkirakan, BI baru akan meredam tingkat bunga acuannya pada pertengahan hingga akhir 2024.
Faktor yang akan menentukan turunnya BI-7DRR itu di antaranya meredanya tensi kenaikan bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) pada akhir tahun ini, hingga kembali masuknya aliran modal asing, dan stabilnya harga-harga komoditas, terutama minyak mentah dunia, sehingga tekanan terhadap nilai tukar rupiah turun mereda. Bunga acuan The Fed, yakni Fed Fund Rate kini di level 5,25-5,50%.
Berikut ini rincian penjelasan lima ekonom tersebut kepada CNBC Indonesia:
1. Kepala Ekonom BCA David Sumual
David memandang, ruang bagi BI untuk mulai menurunkan suku bunga acuannya adalah pada kuartal II 2023, atau sekitar Maret dan April. Terutama bila The Fed sudah mengakhiri tren suku bunga tingginya setelah betul-betul merealisasikan kenaikan Fed Fund Rate pada November 2023.
“Yang dilakukan Bank Indonesia itu juga salah satunya dia mempertimbangkan kondisi external balance. External balance termasuk di situ hitungan tentang current account, pergerakan rupiah, dan juga kebijakan moneter Bank Sentral termasuk yang utama seperti The Fed,” kata David, Jumat (22/9/2023).
Selain itu, David menegaskan, penurunan itu juga bisa dilakukan bila kondisi risiko yang menekan inflasi, seperti efek el-nino dan harga minyak mentah dunia tidak berkepanjangan, atau hanya sampai akhir tahun ini. Bila kondisi itu benar terjadi, menurutnya BI punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuannya mulai awal tahun depan.
Apalagi, BI masih meyakini tren inflasi Indonesia ke depan turun, tercermin dari target inflasi yang tahun ini di kisaran 3% plus minus 1% menjadi 2,5% plus minus 1%. Bahkan, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga telah memperkirakan inflasi tahun depan bergerak di kisaran 2,8% meski tekanan inflasi global berkepanjangan.
“Jadi kalau ceterus paribusnya sih seharusnya di Maret, April, tahun depan itu sudah ada ruang sebenarnya untuk menurunkan ya. Atau malah lebih cepat kalau tidak ada ancaman dari sisi harga minyak maupun pangan tadi ya,” ucap David.
2. Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede
Berbeda dengan David, Josua memandang, BI masih perlu waktu cukup panjang untuk mempertahankan suku bunga moneternya di level 5,75%. Terutama untuk mengimbang suku bunga The Fed yang baru mencapai puncaknya pada November 2023 demi menjaga sentimen aliran modal global ke dalam negeri.
Ini meskipun tekanan inflasi tidak terlalu tinggi di domestik. Sebab, hingga Agustus 2023, inflasi masih mampu terkendali di level 3,27%.
Bila nantinya The Fed betul-betul merealisasikan puncak suku bunga Fed Fund Rate di level 5,75% pada November 2023, atau setara dengan dengan suku bunga BI, lalu menahannya hingga semester I-2024 untuk mengendalikan inflasi AS, barulah BI sudah bisa mulai menurunkan suku bunga acuan BI-7DRR pada pertengahan 2024.
Terutama karena investor global telah mampu mendapat kepastian terhadap tren suku bunga acuan global, dan mulai yakin untuk mengalirkan modalnya ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dengan begitu, stabilitas rupiah juga akan mulai terjadi seiring dengan terjaganya ekspektasi inflasi.
“Meskipun BI telah mempertimbangkan bahwa suku bunga The Fed akan mencapai puncaknya di 5,75%, BI perlu mempertahankan suku bunga saat ini dalam waktu dekat sebelum BI mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga BI7DRR paling cepat pada pertengahan tahun 2024 mendatang,” ucap Josua.
3. Ekonom Senior Bank Mandiri Faisal Rachman
Senada dengan Josua, Faisal memandang ruang BI untuk menurunkan suku bunga acuan baru tersedia pada semester II-2024. Lebih disebabkan peningkatan risiko sikap yang lebih hawkish dari The Fed, dengan persepsi ruang untuk penurunan suku bunga tahun depan lebih kecil dibandingkan perkiraan sebelumnya, berdasarkan hasil Federal Open Market Committee (FOMC) 23 September 2023.
Di sisi lain, risiko tekanan inflasi juga masih meningkat di Indonesia, akibat masih berlangsungnya efek El Nino dan tren kenaikan harga minyak global. Meskipun, laju inflasi Indonesia sudah masuk ke dalam kisaran sasaran 2%-4%, ia mengatakan, dunia kini tengah dihadapi skenario suku bunga higher for longer yang membuat prospek ekonomi dunia slower for longer.
“Ruang pemotongan suku bunga memang terlihat di tahun 2024. Tapi juga melihat kondisi ketidakpastian global. Jadi kemungkinan ruang pemotongan ada di semester kedua 2024,” tegas Faisal.
Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
FILE PHOTO – The logo of Indonesia’s central bank, Bank Indonesia, is seen on a window in the bank’s lobby in Jakarta, Indonesia September 22, 2016. REUTERS/Iqro Rinaldi/File Photo
4. Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto
Prospek tersebut pun diamini Myrdal. Ia menganggap, walaupun data headline inflasi dan inflasi inti Indonesia terakhir masih rendah di 3,27% yoy dan 2,18% yoy, tapi ruang bagi BI untuk menurunkan bunga moneter tertutup saat ini.
Menurutnya karena perkembangan ketidakpastiaan ekonomi global yang masih tinggi, terutama dari aspek imported inflation maupun iklim bunga tinggi dan nilai tukar dolar AS yang menguat secara global. Kondisi ini dapat menjadi media transmisi untuk memberikan tekanan terhadap perekonomian domestik.
“Kedepannya, kami melihat Bank Indonesia masih akan terus menjaga bunga moneternya di level 5.75% untuk terus mendukung perekonomian Indonesia tumbuh di atas 5% hingga periode dimana iklim bunga moneter global berubah dari tinggi menjadi turun lebih rendah,” ucap Myrdal.
“Apalagi, perkembangan terakhir bunga moneter The Fed menunjukkan ada ruang kenaikan bunga lagi pada sisa tahun ini dan berikutnya ruang penurunan bunga moneter the Fed untuk tahun depan berdasarkan proyeksi dot plot terakhir dipersempit dari 100 bps menjadi 50 bps,” tuturnya.
Dengan begitu, Myrdal berpendapat, suku bunga BI hingga akhir tahun masih akan bertengger di level 5,75%. Lalu, pada akhir 2024 baru akan mampu bergerak ke level 4,75%-5,25%.
5. Ekonom Bank Danamon Indonesia Irman Faiz
Irman turut memperkirakan suku bunga BI dalam waktu dekat belum bisa dilonggarkan. Ia menganggap, paling cepat suku bunga BI akan dilonggarkan pada awal semester-II 2024, setelah bank sentral AS (The Fed) menurunkan suku bunganya.
Ini karena ketidakpastian di sektor keuangan global menurutnya masih sangat tinggi, tercermin dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang masih terjadi. Danamon pun mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot dibuka di level Rp 15.380-15.390 dan diperdagangkan
melemah ke level Rp 15.411.
“Jika terjadi peningkatan volatilitas eksternal, pilihan untuk menaikkan suku bunga kebijakan tetap tersedia untuk menjaga stabilitas rupiah,” ucapnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Redenominasi Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, BI: Ingat 3 Faktor Ini!
(haa/haa)