Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah yang saat ini berfluktuasi diperkirakan akan menguat menjelang akhir tahun ke level Rp15.000 hingga Rp15.500 per dolar AS.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, investor kini mulai kembali masuk ke pasar keuangan di Indonesia. Hal ini tercermin dari masuknya modal asing ke pasar obligasi pemerintah.
“Sekarang kita lihat ada beberapa inflow yang terjadi di pasar obligasi kita. Jadi pasar sudah membacanya. Tentu ini akan berpengaruh positif terhadap kinerja nilai tukar kita,” jelas Andry kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/6/2022). . ).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Andry mengatakan, level rupiah selanjutnya akan menguat secara bertahap, dan berpotensi menguat ke level Rp15.000/US$.
“Kami perkirakan fluktuasinya masih berkisar Rp 15.000 hingga Rp 15.400,” jelasnya. Sesuai dengan pembacaan arahan kebijakan Bank Mandiri, rupiah akan berada di kisaran Rp 15.500 hingga akhir tahun.
Menguatnya rupiah menjelang akhir tahun, kata Andry, dihasilkan dari delapan faktor yang bisa membuat rupiah menguat.
Pertama, inflasi di Indonesia terjaga. Meski pemerintah telah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi, inflasi Indonesia masih terjaga di level 5,71% (year on year/yoy) hingga Oktober 2022 dan akan turun menjadi 5,42% (yoy) di November 2022.
Oleh karena itu, tingkat inflasi di dalam negeri hingga akhir tahun 2022 diperkirakan akan terjaga pada kisaran 5,5% hingga 5,7%. “Artinya inflasi di bawah 6%, ini faktor positif bagi Indonesia,” jelas Andry.
Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih relatif baik. Tren ini terus meningkat dari kuartal pertama hingga kuartal ketiga tahun 2022.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2022 tumbuh 5% (year on year/yoy), meningkat menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan II tahun 2022 dan naik kembali menjadi 5,7% (yoy) pada triwulan III tahun 2022.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,2% (yoy) sepanjang tahun 2022. “Kalaupun ada pelemahan, kita akan melihat pelemahan di angka eke 5%,” kata Andry.
Faktor ketiga yang membuat rupiah menguat adalah tekanan eksternal dari ekonomi global, terutama kebijakan return to bank sentral di negara maju.
“Dari sisi global, ada ekspektasi akan ada perubahan kebijakan di akhir tahun 2023, dan ini mungkin bisa mengembalikan lintasan dari penguatan dolar ke pelemahan dolar,” jelas Andry.
Faktor keempat yang juga diperkirakan akan memperkuat rupiah adalah peran investor, baik dana pensiun maupun asuransi, yang membeli obligasi pemerintah. “Jadi kita lihat tidak hanya rupiah, pasar obligasi juga cukup tangguh.”
Faktor kelima, kata Andry, adalah imbal hasil obligasi pemerintah yang juga dinilai cukup menarik, dalam situasi inflasi yang relatif rendah. Sehingga hal ini semakin mendorong investor untuk masuk ke pasar keuangan tanah air.
Kemudian, keenam, posisi current account Indonesia tahun 2022 yang diperkirakan positif. “Bahkan pada tahun 2023, jika turun ke negatif, negatifnya akan di bawah 1%,” ujarnya.
Selanjutnya, faktor ketujuh yang diperkirakan akan memperkuat rupiah adalah risiko surat utang atau obligasi pemerintah yang masih relatif rendah.
“Pemerintah akan melakukan konsolidasi fiskal pada 2023 menjadi -2,85%. Defisit anggaran kita tahun ini juga memungkinkan, paling parah 3,5%,” jelas Andry.
Terakhir, yang juga akan membuat rupiah semakin kuat di penghujung tahun 2022 adalah koordinasi yang sangat baik antara fiskal dan moneter.
“Jadi ini sebenarnya yang diharapkan pasar. Cukup positif untuk Indonesia dan bisa mendukung nilai tukar dan pasar obligasi kita,” ujar Andry lagi.
Sebagai informasi, merujuk data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan rupiah terkoreksi 0,23% ke level Rp. 15.500/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan pelemahannya hingga 0,72% menjadi Rp15.577/US$ pada pukul 11.00 WIB.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Semuanya Tidak Pasti, Risiko Depresiasi Rupiah Meningkat
(stempel)