Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah provinsi seluruh Indonesia akan mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 besok, Senin (28/11). Meski ada keberatan dari pengusaha, tampaknya kenaikan UMP akan mengacu pada peraturan baru dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi mengatakan, perhitungan UMP akan menggunakan formula baru melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
“Sesuai Permenaker ya, besok tanggal 28 adalah batas akhir pengumuman UMP,” ujarnya seperti dikutip detik.com, Minggu (27/11/2022).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Peraturan baru Kementerian Ketenagakerjaan masih digunakan meskipun ada keberatan dari pengusaha dan pekerja. Bahkan, sesama pengusaha pun memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Pada prinsipnya, pengusaha bersikeras bahwa upah minimum 2023 harus berdasarkan rumus perhitungan UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021.
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Aturan baru itu menetapkan formula khusus perhitungan kenaikan upah minimum pada 2023 dengan kenaikan maksimal 10%. Peraturan baru ini justru membuat para pengusaha tidak senang karena akan menaikkan kenaikan UMP lebih tinggi jika dibandingkan dengan PP No 36/2021.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Arsjad Rasjid mengatakan pihaknya akan melakukan uji materi terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 yang menetapkan kebijakan upah minimum 2023.
Mencari kepastian hukum
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wuhadji menyatakan, alasan pertama dilakukannya uji materi Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ini adalah upaya KADIN untuk menegakkan kepastian hukum di dalamnya.
“Pertama tentunya kepastian hukum. Sangat kecil kemungkinan kita akan menggunakan produk instrumen regulasi yang memiliki dualisme yaitu PP 36/2021 dan Permenaker No 18/2022. Itu sangat tidak mungkin,” ujar Adi Mahfudz kepada CNBC Indonesia , dikutip pada hari Minggu. (27/11/2022).
Menurut Adi, keputusan hukum saya diperlukan untuk menjawab kebingungan dan ketidakjelasan akibat aturan baru yang terkesan tiba-tiba muncul.
Alasan kedua, keputusan dualisme tadi, bersifat negatif atau tidak produktif. Artinya Permenaker No 18/2022 bertentangan dengan peraturan di atas, yang dalam hal ini adalah UU Cipta Kerja dan PP No 36/2021 turunannya.
“Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana menjaga stabilitas investasi, kelangsungan usaha, kesejahteraan pekerja itu sendiri, dan tentunya juga keadilan bagi para pelaku usaha,” ujarnya.
Selanjutnya, alasan ketiga adalah situasi ekonomi. Adi mengatakan, situasi ekonomi dunia saat ini juga menjadi salah satu alasan KADIN melakukan uji materi Permenaker No 18/2022. Pasalnya, menurut dia, pemulihan pascapandemi masih belum stabil ditambah dengan ancaman resesi global. Hal ini berdampak besar pada dunia usaha, khususnya pada sektor padat karya. Hal ini karena sektor padat karya sangat bergantung pada ekspor.
“Permohonan itu lunak, bahkan permohonan itu sudah ditarik kembali. Karena itu kita sangat membutuhkan formula yang tepat sasaran, komprehensif, dan tentunya sesuai koridor hukum yang ada,” lanjutnya.
“Kenapa perlu dilakukan judicial review? Karena itu ya kepastian hukum, putusan yang tidak produktif, kondisi ekonomi,” kata Adi.
Wakil Ketua KADIN mengatakan, para pengusaha selalu mematuhi peraturan yang ada. Namun, ketidakpastian kerangka regulasi yang akan diterapkan belakangan ini menjadi alasan para pebisnis untuk protes.
“Pengusaha sebenarnya patuh aturan ya. Sebenarnya kita tidak melihat besarannya (kenaikan UMP maksimal 10%), tapi mekanisme prosesnya, dan kepastian platform mana yang kita gunakan,” jelasnya.
Adi menuturkan, pandangan pengusaha selama ini sangat jelas yakni aturan yang ada. Karena itu, ia mewakili suara pengusaha yang mengaku kaget dengan kedatangan Permenaker No 18/2022 yang tiba-tiba.
“Kami kaget sekali bahkan kurang bisa menerima Permenaker dadakan itu tidak heran. Kami pengusaha berpikir komprehensif,” pungkas Adi.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial (APINDO), Anton Supit mengatakan hal senada disampaikan, uji materi dilakukan untuk membuktikan kepastian UU Permenaker No 18/2022.
“Jadi, uji materi bukan soal menaikkan UMP, tapi aspek hukumnya. Kebijakan yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang atau peraturan di atasnya, yakni UU Cipta Kerja dan PP 36/2021 terbitannya,” ujarnya. kata Anton kepada CNBC. Indonesia.
Anton meminta pemerintah dalam mengeluarkan Permenaker tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada. Namun menurutnya, dengan ditetapkannya Permenaker nomor 18/2022 pada 16 November 2022 kemarin, belum ada kepastian hukum di dalamnya.
Oleh karena itu, Anton yang mewakili suara pengusaha menegaskan pihaknya tetap akan meminta agar PP 36/2021 menjadi dasar hukum penetapan kenaikan UMP 2023.
“Kami konsisten dengan ketentuan undang-undang,” kata Anton.
Selain itu, kata Anton, pengusaha menolak Permenaker nomor 18/2022 bukan semata-mata karena ingin mencari keuntungan sendiri, tetapi karena ingin tetap patuh dan konsisten dengan aturan hukum yang ada.
“Bukan karena kami merasa lebih untung, tapi undang-undangnya harus seperti itu. Artinya kalau mau berubah, silakan diubah dulu Undang-Undangnya (PP 36/2021),” pungkas Anton.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Pengusaha ‘Menangis Darah’ Memaksa Kenaikan Gaji 13% di Tahun 2023
(demi)