Jakarta, CNNIndonesia —
Komisi VII DPR RI meminta pemerintah mengkaji ulang regulasi harga gas alam (HGBT) ke tujuh industri untuk membantu mereka menghadapi tekanan ekonomi baru-baru ini.
Mereka juga berharap peninjauan kembali tersebut dapat mencegah badai pemutusan hubungan kerja (PHK) akhir-akhir ini di industri padat karya.
Saat ini aturan HGBT ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Peraturan tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 28 Desember 2020 dan berlaku sejak diundangkan pada 29 Desember 2020.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Jokowi menetapkan harga gas bumi bagi pemasok listrik untuk kepentingan umum, termasuk PT PLN (Persero), sebesar US$6 per MMBTU. Secara total, harga gas berlaku untuk tujuh kelompok industri, yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Anggota Komisi VII Fraksi PAN DPR RI Nasril Bahar menyoroti isu HGBT. Ia menggunakan istilah ‘pasien meninggal, ambulan belum datang’ untuk menggambarkan keadaan industri sarung tangan kaca, keramik dan karet yang kini tidak stabil bahkan mengalami penurunan produksi.
“Perubahan dan penambahan beberapa industri yang belum ditandatangani Menkeu karena masih mendapat persetujuan Menkeu. Saya kira Menkeu perlu didesak oleh Komisi VII untuk HGBT ini karena saya khawatir kita menuju 2023, dikhawatirkan beberapa industri akan di-PHK, terutama industri terkait dan berharap harga gas US$6,” jelasnya dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM. , Senin (21)./11).
Nasril menegaskan, pemerintah harus memikirkan gelombang PHK di sejumlah industri. Jangan sampai pemerintahan baru bergerak ketika industri manufaktur yang menggunakan gas terpaksa merumahkan pekerjanya.
Dalam rapat yang sama, Anggota Komisi VII DPR RI Golkar Lamhot Sinaga menanyakan implementasi Perpres Nomor 121 Tahun 2020.
“Ada permohonan untuk industri-industri tersebut yang tidak mengikuti Perpres 121/2020. Kenapa ada implementasi yang berbeda antara satu industri dengan industri lainnya, untuk tujuh sektor industri yang sudah masuk,” ujar Lamhot.
[Gambas:Video CNN]
Lamhot berharap pelaksanaan Perpres No. 121 Tahun 2020 akan memungkinkan ketujuh sektor industri tersebut tumbuh dan berkembang. Namun, dia menjelaskan kapasitas produksi pupuk tidak bertambah dengan aturan itu. Bahkan, jumlah ekspor amoniak dari produsen pupuk justru meningkat.
Menanggapi hal tersebut, Arifin Tasrif menjelaskan pemerintah sedang melihat unsur subsidi dalam perhitungan HGBT untuk beberapa industri. Diharapkan industri selain Public Service Obligations (PSO) dapat berkembang dan produknya dapat bersaing di pasar domestik dan internasional.
“Yang paling terealisasi untuk PSO adalah PLN dan pupuk yang paling banyak menyerap gas terutama di sektor ketenagalistrikan. Industri pupuk ini juga mengemban misi subsidi, ini juga memberikan kompensasi yang seimbang terhadap belanja pemerintah,” kata Arifin.
Selain itu, Arifin menjelaskan, sebenarnya penyerapan gas dari tahun 2020 hingga 2022 akan mengalami peningkatan konsumsi di level 90 persen. Untuk itu, dia kini meminta Kementerian Perindustrian, termasuk bagaimana efek non-PSO dapat meningkatkan kinerja dan kapasitas produksi.
Ia juga menjelaskan, sedang dilakukan evaluasi untuk menambah sektor baru yang berhak menerima HGBT. Namun, Arifin menegaskan hal itu memerlukan persetujuan Menteri Keuangan selaku pengelola penerimaan pajak dan bukan pajak dari sektor migas.
(skt/agustus)
[Gambas:Video CNN]