Jakarta –
Pengurangan penggunaan transportasi udara di masa pandemi dan emisi karbon dari pesawat terbang menjadi pembahasan penting bagi keberlangsungan industri kedirgantaraan Tanah Air.
Dalam diskusi bertema ‘Aplikasi Teknologi Masa Depan dalam Pengembangan Industri Dirgantara Nasional’ yang digelar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB dan Forum Dialog Nusantara Jumat (18/11) lalu, hal penting tersebut dibahas terkait untuk penggunaan teknologi kedirgantaraan
Menurut Ilham Akbar Habibie yang mewakili industri manufaktur, ada tiga rumpun teknologi yang penting dipelajari. “Pertama soal material, kita harus membayangkan membuat pesawat terbang dari material yang bisa kita rework,” ujar Ilham Habibie dalam keterangan yang diterima detikINET, Rabu (23/11/2022).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Kedua, lanjut Ilham, perlu dikembangkan teknologi terkait energi terbarukan untuk mengurangi emisi, seperti penggunaan baterai atau biofuel sebagai bahan bakar pesawat.
Poin ketiga adalah digitalisasi dalam simulasi. Adanya AI, menurut Ilham, memungkinkan kita untuk memahami kelemahan sebuah desain dan mensimulasikan penggunaannya dari sudut pandang penumpang dan pilot.
Ilham Habibie Foto: Istimewa
“Selain itu, digital machining pada pembuatan pesawat membuat kerumitan dan waktu pembuatan pesawat semakin berkurang sehingga lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Tenaga penggerak listrik merupakan salah satu bentuk teknologi yang coba dikembangkan produk PTDI untuk menjawab mega tren tersebut. Tak hanya itu, PTDI dituntut memiliki kualitas cost delivery yang optimal.
“Kami menyadari bahwa teknologi 4.0. Internet of things, augmented reality, dll merupakan salah satu kunci bagi kami untuk mengintegrasikan engineering dan manufaktur,” kata Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Batara Silaban.
“Dari sisi engineering, kami mengadopsi proses paperless engineering. Dari sisi manufaktur, kami sedang dalam proses memperbaharui mesin-mesin produksi kami,” lanjutnya.
Harapannya, setelah mesin siap, PTDI akan memiliki proses engineering manufacturing yang terintegrasi yang pada akhirnya akan menghasilkan proses yang efisien sehingga dapat melakukan produktivitas dengan baik.
Meski terlihat menjanjikan, masih ada keterbatasan dalam memperoleh semua teknologi kunci tersebut. Salah satu hal yang dilakukan PTDI untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan bekerjasama dengan Korea untuk pesawat tempur.
Riset terkait teknologi penerbangan utama telah dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Mereka baru saja menyelesaikan pengujian terowongan angin untuk konfigurasi sayap, ekor, dan pelampung N219A yang merupakan proyek kerja sama dengan PTDI.
“Perjalanan ini cukup jauh karena salah satu teknologi utama yang perlu kita kuasai di Indonesia adalah material komposit, dan ini adalah sesuatu yang saat ini (membuat) kita perlu banyak penelitian, banyak pengembangan,” dia berkata. Robertus Heru Triharjanto mewakili Aviation Research Organization dan BRIN Space.
Kepala ORPA BRIN Robertus Heru Triharjanto. Foto: Istimewa
Tahun ini BRIN juga melakukan riset pengembangan avionik dengan tujuan agar kita bisa menguasai teknologi autopilot untuk pesawat nirawak, kemudian bisa digunakan untuk pesawat berawak. Menurutnya, teknologi avionik ini memiliki nilai yang sangat tinggi dalam rantai pasok global untuk aeronautika dan kedirgantaraan.
Dari sisi pemerintah sebagai regulator, Ditjen Perhubungan Udara cukup aktif menjalin komunikasi dan koordinasi dengan dunia internasional, termasuk ICAO dan Uni Eropa.
“Saat ini juga sedang dilakukan pelatihan untuk memperbaharui teknologi yang sedang berkembang di bidang penerbangan. Sedangkan untuk ahli teknologi mesin, pemerintah bekerja sama dengan pabrikan asing untuk mendapatkan pelatihan dalam pelaksanaan proses verifikasi dan sertifikasi di Indonesia,” jelas DKPPU. Kapten Kemenhub. Anak laki-laki yang berulang tahun.
Minimnya perguruan tinggi dengan jurusan teknik dirgantara di Indonesia membuat upaya peningkatan kebutuhan SDM dirgantara menjadi tantangan tersendiri.
Dekan FTMD ITB Tatacipta Dirktara. Foto: Istimewa
Untuk itu, ITB berusaha menyediakan sumber daya manusia yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan industri. Hal itu dilakukan melalui pemberian berbagai proyek desain untuk pemecahan masalah, dasar-dasar ilmu teknik, serta pembelajaran mandiri dalam bentuk proyek mandiri bagi mahasiswa.
Selain itu, FTMD ITB juga melakukan penelitian yang ditujukan untuk upaya dekarbonisasi dan digitalisasi.
“Misalnya, dekarbonisasi berkaitan dengan desain pesawat: bagaimana material dan struktur bisa lebih ringan menggunakan teknologi terkini seperti 3D printing, dari yang sebelumnya tidak mungkin menjadi mungkin, bentuk pesawat diperkecil dengan menggunakan teknologi komputasi yang baik, kata Dekan FTMD ITB Tatacipta Dirktara.
“Kami sekarang menggunakan AI dan ML untuk melakukan optimalisasi bentuk. Jadi kami sudah mengerjakan digitalisasi di sini. Kami juga sedang mengembangkan bahan bakar alternatif bio-avture, daya tahan lama di ketinggian menggunakan panel surya, motor listrik. Dari sisi pemeliharaan: kembar digital , hingga robot untuk perawatan,” imbuhnya.
Disampaikan Dekan FTMD ITB, dialog ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan hasil yang bermanfaat, serta menarik minat berbagai pemangku kepentingan untuk dapat menjadi bagian dari strategi dan kebijakan besar dalam membangun kedirgantaraan Indonesia.
Simak Video “Spesifikasi Indonesia One, Pesawat Kepresidenan Indonesia Kecil”
[Gambas:Video 20detik]
(rns/fay)