Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham Amerika Serikat (AS) langsung terjun ke zona merah pada pembukaan awal sesi perdagangan Senin, (5/12/2022), dimana investor masih menunggu data PMI sektor jasa.
Indeks Dow Jones turun 0,65% menjadi 34.206,47. Sedangkan indeks Nasdaq turun 67,8 poin atau 0,59% ke 11.393,7 dan indeks S&P 500 turun 0,67% ke 4.044,37.
Pada penutupan perdagangan akhir pekan kemarin, hanya indeks Dow Jones yang menguat sedangkan indeks lainnya ditutup di zona merah. Investor masih menunggu data PMI sektor jasa November 2022 yang akan dirilis Senin nanti.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Survei Dow Jones memprediksi PMI sektor jasa akan turun menjadi 53,7 pada November 2022, dari 54,4 pada Oktober 2022. Data PMI sektor jasa tersebut mengkhawatirkan pelaku pasar karena merupakan indikator penting perkembangan ekonomi negara Paman Sam itu.
Jika data PMI sektor jasa membaik, harapan pelaku pasar melihat pelonggaran kebijakan moneter Bank Sentral AS (The Fed) akan segera sirna.
The Fed telah mengisyaratkan bahwa itu akan memoderasi kenaikan suku bunga. Namun, jika indikator ekonomi AS terus membaik, kebijakan agresif The Fed bisa bertahan lebih lama.
Selain itu, data ketenagakerjaan AS juga masih kuat. AS melaporkan tambahan tenaga kerja sebanyak 263.000 pada November 2022. Angka ini lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebanyak 200.000.
Kuatnya data tenaga kerja masih menjadi sinyal bahwa perekonomian AS masih cukup baik sehingga inflasi terancam tetap tinggi.
Inflasi AS memang menurun menjadi 7,7% (year-on-year/yoy) pada Oktober 2022 dari 8,2% (yoy) pada September. Namun, inflasi masih jauh dari target The Fed sekitar 2%.
Situasi sebaliknya kini dihadapi Eropa. Indikator ekonomi kawasan terkini bergerak ke arah yang pesimistis.
Laporan S&P Global menunjukkan bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) Uni Eropa hanya mencapai 47,8 pada November 2022. Artinya, aktivitas bisnis kawasan tersebut berada di bawah 50 atau tidak dalam fase ekspansi selama lima bulan berturut-turut. Indikator ini memperkuat sinyal bahwa Uni Eropa akan segera memasuki resesi.
“Lima bulan berturut-turut PMI belum mampu bergerak ke fase ekspansif. Hal ini menunjukkan bahwa Uni Eropa tergelincir ke dalam resesi,” ujar Chris Williamson, kepala ekonom bisnis di S&P Global Market Intelligence, dikutip dari Reuters.
Sementara itu, Inggris mengalami stagflasi. Koalisi untuk Industri Bisnis (CBI) memperkirakan ekonomi Inggris akan terkoreksi sebesar 0,4% tahun depan. Di sisi lain, inflasi masih akan sangat tinggi.
TIM PENELITIAN CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
‘Provokasi’ Pelosi, 5 Raksasa China Ingin Tinggalkan Wall Street
(mae/mae)