Jakarta –
Masih lazim kebocoran data menandakan penegakan hukum dan keadaan darurat Indonesia untuk talenta keamanan siber yang berkualitas.
Dalam dua kebocoran data terakhir milik myPertamina dan CareProtect dipersembahkan oleh Bjorkyang menurut Kepala Infrastruktur Telematika Nasional Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot, merupakan fenomena yang kini marak di seluruh dunia.
Jadi, kata dia, kalau saat ini ada peretasan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia, hal itu bukanlah sebuah anomali. Justru dengan kejadian inilah masyarakat Indonesia bisa belajar dari banyaknya kasus peretasan yang terjadi.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Ia menjelaskan, ada tiga kelompok hacker. Pertama Yang pertama adalah white hacker yang memiliki tujuan positif dan ditujukan untuk tujuan penegakan hukum. Dua hacker hitam dengan tujuan negatif.
Dan yang terakhir adalah hacker abu-abu yang motifnya disesuaikan dengan situasi dan keadaan. Menurut Sigit, metode hacker baik hitam, putih maupun abu-abu sama saja, dimana saat ini jumlah hacker terbanyak adalah abu-abu.
“Peretasan hitam abu-abu PSE di Indonesia merupakan tindak pidana yang melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Tindak pidana ini perlu ditindaklanjuti oleh penegak hukum,” kata Sigit dalam keterangan tertulis yang diterima detikINET, Senin (21/11/2022).
Untuk memperkuat keamanan cyber Di Indonesia, Sigit juga menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait keamanan siber. Dikatakannya, pemerintah dapat menerima dan merekrut para praktisi dan komunitas siber yang ada untuk dapat memberdayakan keamanan siber di Indonesia.
“Negara-negara seperti Inggris sudah memiliki roadmap yang jelas mengenai cyber security. Sehingga para praktisi cyber dan komunitas yang benar-benar memiliki talenta khusus dapat diberdayakan untuk memberdayakan cyber security negaranya. Indonesia belum memiliki roadmap tersebut. Mungkin ke depan pemerintah dapat merangkul komunitas ini untuk diberdayakan guna meningkatkan keamanan siber di Indonesia,” jelas Sigit.
PSE juga harus berusaha untuk meningkatkan keamanan. Mereka perlu membuktikan standar dan peraturan yang digunakan dalam industri keamanan cyberseperti telah melalui penilaian kerentanan, pengujian penetrasi dan lain-lain.
Agar kasus peretasan di Indonesia bisa diberantas, menurut Sigit, aparat penegak hukum harus segera mengejar pelaku peretasan, tanpa harus menunggu laporan dari pihak yang dirugikan. Analoginya sama seperti pencuri yang membobol rumah. Pencuri itu harus diselidiki dan dikejar.
Sigit melanjutkan, pemerintah juga perlu segera melaksanakan amanat yang terkandung di dalamnya UU PDP. Langkah awal Pemerintah bisa segera diambil Badan Perlindungan Data Pribadi yang berada di bawah Presiden. Menurut Sigit, ketiadaan lembaga pengawas ini dijadikan alasan untuk tidak mematuhi aturan peretasan data pribadi orang Indonesia.
“Ini yang menjadi momok keengganan penegak hukum menindak para peretas data pribadi. Selain itu, kesadaran akan hak perlindungan data pribadi masyarakat perlu ditingkatkan. Agar data pribadi masyarakat Indonesia tidak dieksploitasi oleh OTT asing,” pungkas Sigit .
Simak Video “BSSN Sebut Terus Pantau Cyber Security Indonesia 24 Jam”
[Gambas:Video 20detik]
(agt/fyk)