Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan Shell berpotensi mengganggu ketahanan energi negara. Ini menyusul proses pelepasan 35% penyertaan (PI) di Blok Masela yang masih berbelit-belit.
Arifin meminta Shell serius dalam proses melepas 35% hak partisipasinya. Mengingat sikap perusahaan Inggris tersebut dapat mengganggu transisi energi dan ketahanan energi di Indonesia.
“Karena ini mengganggu transisi energi kita, mengganggu ketahanan energi kita, ini penting. Karena tertunda berapa tahun, harusnya penundaan COD (operasi) tahun 2027, tapi dengan ini diundur, padahal kita sudah diberi kesempatan,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Rabu (31/5/2023).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Arifin juga cukup kecewa dengan sikap Shell yang terkesan tidak serius dalam proses pelepasan PI. Dia kemudian mendesak Shell untuk tidak menyandera pembangunan proyek Blok Masela. “Walaupun kami sudah memberikan kesempatan, oke Shell kalian segera lepaskan untuk mencari, tapi jangan jadikan ini (Blok Masela) jangan jadikan kami sandera,” ujarnya.
Seperti diketahui, proses penyerahan 35% hak partisipasi Shell kepada PT Pertamina (Persero) masih terbilang sulit. Pasalnya, Shell mematok harga yang relatif tinggi untuk perusahaan migas milik negara itu.
Shell mematok harga pengalihan 35% hak partisipasi di Blok Masela ke Pertamina sebesar US$ 1,4 miliar atau Rp 20,95 triliun. Sementara itu, Shell sebelumnya mendapatkan harga PI 35% untuk blok Masela dengan harga US$ 700 juta atau sekitar Rp 10,4 triliun.
“Seharusnya itu harga maksimal yang ditawarkan karena Shell tidak rugi. Ini risiko dia dapat 35%, berapa biayanya,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto di acara. Pojok Energi CNBC Indonesia, Selasa (30/5/2023).
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Menteri ESDM Ungkap Alasan Jokowi Hentikan Ekspor Bauksit
(pgr/pgr)