Jakarta, CNBC Indonesia – Perusahaan penerbangan milik negara, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memutuskan untuk tidak membagikan dividen dari laba bersih tahun buku 2022 sebesar US$ 3,73 miliar atau setara dengan Rp. 55,95 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$). Pencapaian ini sangat signifikan setelah perseroan membukukan rugi bersih sebesar US$ 4,15 miliar (Rp 62,25 triliun) pada 2021.
Direktur Garuda Indonesia Prasetio menjelaskan, keuntungan non tunai dari pembalikan utang, sehingga akan dicatat sebagai ekuitas. Selain itu, perolehan dana ini merupakan hasil restrukturisasi perseroan.
“Keuntungan bukan uang tunai, tapi ya US$ 3,7 miliar tidak bisa digunakan karena hanya buku,” ujarnya di Jakarta, dikutip Senin (17/4).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Prasetio menjelaskan, pencapaian laba yang signifikan tersebut disumbang oleh laba dari restrukturisasi pembayaran sebesar US$ 1,38 miliar dan pendapatan dari restrukturisasi utang sebesar US$ 2,85 miliar.
Namun perseroan menyatakan masih memiliki utang berupa fasilitas modal kerja investasi untuk Citilink dari PT Bank KEB Hana Indonesia senilai US$ 10 juta yang akan jatuh tempo pada 29 November 2023.
Sementara itu, anak usaha perseroan, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMFAA) juga mendapatkan pinjaman dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) senilai US$ 42 juta. Pinjaman tersebut jatuh tempo pada tanggal 20 Mei 2023.
Utang tersebut termasuk dalam pinjaman jangka panjang yang telah direstrukturisasi melalui perjanjian homologasi. “Pinjaman jangka panjang yang direstrukturisasi dengan homologasi ini semuanya sudah di-kick out selama 22 tahun. Setelah itu kami tidak pernah melakukan penarikan lagi,” jelasnya.
Di sisi lain, untuk dana guna membiayai kegiatan usaha dan operasional, perseroan menggunakan dana dari penyertaan modal nasional (PMN) sebesar Rp 7,5 triliun. “Ya untuk recovery kita dibantu pemerintah dengan PMN,” pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Garuda Indonesia Menang Gugatan di Australia, Ini Lawan
(fsd/fsd)