Jakarta, CNBC Indonesia – Sektor real estate Singapura kini menghadapi ancaman besar setelah tingginya angka kebangkrutan yang memicu maraknya lelang rumah dan ruko di negara tetangga tersebut.
Ancaman ini diungkapkan oleh konsultan real estate Knight Frank. Fenomena ini terjadi di tengah kenaikan biaya hidup, kenaikan suku bunga, dan berkurangnya langkah-langkah dukungan pandemi.
Data Kementerian Hukum Singapura menunjukkan 3.648 orang mengajukan kebangkrutan tahun lalu, 15 persen lebih tinggi dari 3.160 permohonan yang diajukan pada 2021.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Knight Frank mencatat 420 daftar lelang pada tahun 2022. Jumlah ini, termasuk daftar berulang, diperkirakan melonjak 40 hingga 50 persen menjadi sekitar 600 tahun ini.
Menurut laporan Knight Frank yang dikutip oleh Channel News Asia, daftar tersebut mencakup 184 properti hunian pribadi yang dilelang oleh pemilik atau bank, serta 211 unit komersial termasuk toko ritel, kantor, dan kawasan industri.
Selain itu, terdapat pula 11 ruko, 12 rusun pemerintah, dan dua properti yang tergolong lainnya. Dari jumlah tersebut, 40 properti dijual di lelang dengan total nilai penjualan kotor sebesar S$90,3 juta.
“Selain lebih banyak rumah yang dilelang, jumlah properti komersial dan industri yang ada di blok tersebut juga bisa bertambah. Ini karena lebih banyak usaha kecil dan menengah (UKM) yang gulung tikar di tengah prospek ekonomi yang suram,” kata laporan Knight. .jujur .
Konsultan properti Edmund Tie memperkirakan daftar lelang akan meningkat tetapi hanya pada paruh kedua tahun ini, karena bank akan membutuhkan beberapa bulan untuk mengambil kembali unit tersebut.
“Karena suku bunga terus meningkat, mereka yang terikat dengan pinjaman rumah dengan suku bunga mengambang akan kesulitan,” kata Joy Tan, Kepala Lelang dan Penjualan di Edmund Tie.
Seperti diketahui, Singapore Overnight Average Rate (SORA) tiga bulan – patokan utama yang digunakan untuk menentukan harga KPR – naik dari di bawah 0,2 persen pada Januari 2022 menjadi di atas 3 persen tahun ini.
“Mereka yang membeli propertinya selama booming properti tahun 2021 dengan tarif tetap dua tahun akan menantikan refinancing tahun ini, dan juga akan merasakan tekanan dengan tarif baru,” kata Tan.
Sampai saat ini, pasar lelang belum melihat dampak penuh dari kenaikan suku bunga. Bank mengatakan penyitaan tidak meningkat, meskipun lebih banyak pelanggan ingin membiayai kembali pinjaman rumah mereka dengan tingkat bunga yang lebih baik.
UOB mengatakan belum melihat peningkatan yang signifikan dalam jumlah nasabah yang membutuhkan bantuan untuk pinjaman mereka. “Tampaknya juga tidak ada tekanan sistemik pada portofolio hipoteknya,” kata Group Head of Personal Financial Services Jacquelyn Tan.
Maybank juga mengatakan tidak ada peningkatan yang signifikan pada pelanggan yang mencari bantuan untuk pembayaran hipotek mereka. “Tapi lebih banyak orang yang bertanya tentang paket pinjaman yang lebih murah dengan kenaikan suku bunga,” kata juru bicara Maybank.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Bayi Singapura Muncul, Selamat Tinggal Resesi Seks?
(ha ha)