Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam 6 bulan terakhir, raksasa e-commerce Shopee telah di-PHK sebanyak 3 kali di Indonesia. Pertama kali pada September 2022 dengan 3% dari total 6.000 karyawan yang terkena dampak.
Hanya berselang 2 bulan, Shopee kembali melakukan pemutusan hubungan kerja pada November 2022. Jumlah pastinya belum diketahui, namun yang paling terdampak adalah dari Sumber Daya Manusia (SDM) serta pembelajaran dan pengembangan.
Sebelum PHK gelombang 2, pemotongan telah dilakukan ke unit pengiriman makanan ShopeeFood pada Juni 2022.
Terakhir, Shopee kembali mengumumkan PHK pada Kamis (9/3) kemarin dengan jumlah yang dirahasiakan. Menurut rumor, tim yang terpengaruh adalah dari departemen operasi.
“Shopee mengambil langkah penyesuaian dalam upaya meningkatkan efisiensi operasional,” kata juru bicara Shopee Indonesia, dalam keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia.
Efisiensi selalu menjadi alasan Shopee setiap kali memutuskan untuk berhenti. Padahal, di pekan yang sama, Sea Limited selaku induk Shopee baru saja mengumumkan laba Rp 6,5 triliun.
Buruh Shopee Tidak Dipecat Merasa Terjebak
Tidak jelas sampai kapan gelombang PHK di Shopee akan berlangsung. Pengumuman tentang PHK sering dibuat secara tiba-tiba melalui balai kota dadakan diikuti dengan email resmi dari HRD.
“Aman hari ini belum tentu aman besok,” ujar seorang pegawai Shopee yang enggan disebut namanya, Jumat (10/3/2023).
Ia mengaku pasrah menunggu giliran jika gelombang PHK Shopee terus berlanjut. Sekitar 4 tahun bekerja di Shopee, baru kali ini ia mengalami krisis sebesar ini.
Ketika ditanya apakah ingin mencari pekerjaan lain, dia mengatakan tetap memilih bertahan. Hal ini karena situasi ekonomi yang tidak stabil menyebabkan pasar kerja di industri teknologi secara keseluruhan mengalami stagnasi.
“Hehehe, tunggu saja, aku akan memikirkannya,” katanya.
Hal senada diungkapkan karyawan lain yang juga tetap berada di Shopee dan berasal dari departemen berbeda. Ia mengaku iklim kerja di Shopee tidak lagi sehat seperti sebelum krisis.
“Dalam artian, karyawan bukan lagi aset utama. Benefit sudah sangat berkurang, sehingga tidak ada dukungan untuk bekerja,” ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Namun, ia menolak mengundurkan diri karena situasi di luar belum tentu lebih baik. Berdasarkan pengalaman rekan-rekan yang pernah di-PHK sebelumnya, mencari pekerjaan baru belakangan ini memang tidak mudah, apalagi dengan standar kesejahteraan yang diberikan oleh Shopee.
“Di luar sana juga banyak yang PHK dan sepertinya pasar pelamar kerja sudah penuh. Saya pikir lebih baik tetap apa pun yang terjadi di dalam,” jelasnya.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, pilihan untuk tetap bertahan seolah menjadi ‘suka atau tidak’. Karyawan Shopee juga harus tetap fokus bekerja untuk kelangsungan perusahaan sambil memikirkan masa depannya.
“Sekarang, tentu saya masih berpikir ‘apakah kantor masih aman? Apa yang akan terjadi ke depan? Bagaimana karir saya? Apalagi di usia sekarang ini,'” katanya.
Melewati 3 gelombang PHK tentu bukan hal yang mudah, bahkan bagi pekerja yang terlihat ‘aman’ di dalam. Melihat rekan kerja harus move on dan menghadapi perubahan mendadak di perusahaan memang menguras emosi.
“Pada gelombang pertama tentu kami bersyukur, meski tentu sedih ditinggal begitu banyak tim, dan dampaknya tentu mengejutkan. Yang dulunya banyak pekerjaan yang dilakukan banyak orang, sekarang harus dilakukan dengan tenaga manusia yang terbatas,” katanya.
“Jadi, mulailah merasa ‘beruntung yang di-PHK, atau kita yang bertahan?’. Kenapa kita tersiksa di dalam, mereka yang mendapat pesangon dan akhirnya bisa memilih bagaimana mereka ingin melanjutkan karir mereka. Apakah kita yang stay? Stuck?,” lanjutnya.
Namun, menghadapi gelombang kedua dan ketiga, dia akhirnya terbiasa dengan situasi yang tidak biasa ini. Akhirnya, beberapa pekerja mengakui bahwa saat ini pilihan terbaik adalah bertahan karena semuanya akan sama di mana-mana.
[Gambas:Video CNBC]
(Editor)